Sunday, December 29, 2019

EMPAT IRAMA


Chapter 1

 
Rindu Yang Membelenggu
(Musim Dingin Terakhirku)

Mengenang kisah itu, aku menjadi berniat untuk mengabadikannya. Kukira, melalui lukisan adalah jawaban. Namun ternyata, jari-jemariku tidak mampu menyelesaikannya. Hanya berupa ide karya tapi tak bisa kurealisasikan. Hanya berupa coretan yang berantakan. Lalu dengan apa? Supaya ingatanku yang lemah ini akan mampu untuk terus mengenang?
Aku mengeluh pada suatu senja yang diiringi derasnya hujan disaat menyapa bumi. Keluhku dalam hati, seandainya saja aku memiliki tingkat ingatan yang luar biasa. Sehingga aku tak perlu lagi bingung harus bagaimana untuk terus mengingatnya. Sehingga malam datang menjelang, lenguhan napasku tak lagi sanggup kutahan. Aku rindu. Sungguh membelenggu.
Hujan pun mereda, lalu, satu persatu bintang bermunculan. Menawarkan segudang harapan dalam hangatnya kesunyian. Aku melanjutkan malamku dengan kesendirian bersama sisa-sisa hujan yang hanya meninggalkan kenang.
Sebuah lampu penerang jalan terpendar oleh bias air hujan yang tertinggal. Plang penunjuk jalan yang terpampang di tiang lampu itu silau tak terbaca. Hanya beberapa huruf yang jelas warnanya. Dari kejauhan, aku memicingkan mata membacanya. Tapi tetap saja tidak jelas kata apa yang tertulis di dalamnya. Hingga embusan angin mengalihkanku.
Ya! Aku bisa menulisnya. Menceritakan kisah-kisah itu dalam rangkaian aksara yang mudah dan sederhana. Ketika rindu datang menjeratku, setidaknya, aku bisa memeluknya. Dengan membacanya berulang-ulang semau dan semampuku. Aku bisa membacanya sebosanku. Sampai kantuk membawaku menuju lelap yang indah. Lelap yang dihiasi dengan kenangan itu. Kenangan penuh rindu.

No comments:

Post a Comment

What is The Police Institution's Role, If Every Case Needs to go Viral First Before Take The Action?

Recently, many social media platforms posted criminal cases. Whether it is murder, sexual harassment, robbery, corruption, abuse of authorit...