Well, Alhamdulillah Tuhan masih memberi kesempatan untukku menikmati alamnya....
Tak lama setelah mendaki Gunung Sumbing (Trip travelingku : Gunung Sumbing dan Kenangan Rindu) aku kembali lagi mengadakan trip dadakan ke Gunung Andong, Magelang.
Garagara ada masalah pribadi alias putus dari pacar, aku terkena sindrom stressed out level kacang sukro. Sumpah gamutu banget, asli! Iya, aku bener-bener butuh hiburan.
Then, di jam istirahat kerja (waktu itu aku sedang kerja part time di sebuah restauran hotel bintang tiga) aku langsung menghubungi Mas Anis dan Mas Arai yang menjadi partnerku di pendakian sebelumnya. Aku pengen banget diajak mereka mendaki lagi. Tapi, berhubung waktu yang sempit oleh jam kerja, akhirnya Andonglah yang menjadi sasaran kami.
Kali ini kami nggak ngecamp, guys. Alias tiktok semata. Yaitu mendaki sampai puncak lalu langsung turun kembali. Yah bisa dibayangkan kok gimana capeknya, hehehe.
Jadilah sepulang kerja, jam tujuan habis isyak kita meet up dulu di kedai kopi tongkrongan kami. Yang stay di Yogya pasti tahu di mana Bento Kopi Nologaten. Tempat asik yang pas buat anak kuliahan macam kami ini wkwk
![]() |
| Bento Kopi Nologaten |
Karena tidak ada rencana ngecamp di puncak, persiapan kami sederhana saja. Terlebih aku, cuma modal cerriel, sepatu, dan jaket. Hahaha kamu nggak niat banget sih, Ay!
Di kedai kami cuma ngobrol-ngobrol ringan doang. Nggak diskusi atau bahas yang berat-berat. Iya! Soalnya beban hidupku sudah sangat berat. 😋
Setelah melalui tawar menawar yang cukup sengit, Papa alias Mas Arai tidak bisa ikut serta. Ada deadline pekerjaan sebagai seorang Penulis yang harus segera ia selesaikan. Finally, we just going to Mt.Andong berdua. Cuma sama Mas Anis. Yaah tapi tidak apaapa, tetep seru kok pasti.
Setelah dirasa cukup menyeruput kopi hitam di kedai, sekitar jam sepuluh kami balik dulu ke kontrakan Mas Anis. Di sana, kami cuma ngambil sleeping bag dan blanket etniknya Mas Anis.
Dengan sisasisa kekuatan di hatiku, aku selalu memasang wajah ceria yang so innocent di depan seniorku itu. Hahaha sekali-kali enggak apaapa kan jadi big lier begitu?
Tidak menunggu waktu lama, Mas Anis dengan semangatnya memacu gas motor matic-ku menuju Magelang. Kami start perjalanan jam sepuluhan lewat. Dan sampai di basecamp Taruna Jaya Giri Sawit sekitar jam duabelasan lewat sedikit, setelah kami benerapa kali kesasar di tengah-tengah persawahan gitu. Tempatnya gelap tanpa ada penerangan yang memadai, mana sepi dan sunyi. Gak ada orang yang lewat sekalipun, hanya suara kerik jangkrik yang menemani kami di saat tegang.
Asli, waktu itu aku takut banget. Selain gelap, sepi, aku enggak tau kan lingkungan tersebut baik atau tidak. Jadilaahh setelah muter-muter di jalanan persawahan tersebut kami ketemu juga dengan perkampungan.
Di perkampungan di sana juga kami bingung, jalan mana yang harus diambil. Mas Anis udah pernah ke Andong sih, tapi dia lupa jalan akses masuk ke Basecamp Taruna Jaya Giri Sawit. Gapapa, untunglaah kami dipertemukan Tuhan dengan ibu-ibu daerah setempat yang sedang mempersiapkan sayuran untuk dijual kepasar.
"Ngapunten, Buk. Bade tangklet, jalan ke Basecamp Sawit lewat mana, nggih?"
Begitulah aku bertanya. Dengan bahasa campur aduk yang tidak karuan kejelasannya. Tapi ibuknya tetap mengerti kok. Ibuknya juga paham kalau kami adalah calon pendaki yang kesasar. Yaudah langsung deh dijelasin sama ibu tadi ruterute yang harus kami tempuh. Cusss setelah kesusahan kami teratasi, langsung gas setang menuju basecamp.
Sampai di basecamp kami langsung simaksi, soalnya pagi sebelum subuh kami sudah harus nanjak. Then, setelah itu kami langsung bobo nyenyak di basecamp, yang sebelumnya kami telah sepakat memasang alarm bangun. Hahah tapi di sana kami tetep nggak bisa nyenyak. Lha gimana? Selain tidak di kasur, udaranya juga dingin dan lagi, banyak nyamuk. Hahaha enak kan ngerasain tidur lesehan gitu?
Jam setengah empat aku udah melek. Terbangun gegara denger suara kasak-kusuk di sekitar. Rupanya, ada beberapa pendaki yang baru saja tiba dan mau naik juga. Oke, langsunglah kubangunkan partnerku yang masih meringkuk dibawah selimutnya. Kami langsung bersihbersih dan bergegas bersiap.
Kirakira jam empat, kami mulai mendaki. Entah lupa atau disengaja, baik aku maupun Mas Anis, ternyata sama-sama tidak membawa headlamp. Jadilah perjalanan kami cuma ditemani dengan senter mini dari hape bututku. Hapemu opo, Ay? Hapeku opo! Hah oposih opo?!!!
Lanjut... Perjalanan kami cukup lebih cepat dan tidak terlalu banyak memakan waktu istirahat (Ceilah yang udah pernah mendaki) sampailah kami di Pos satu. Kami nggak ada foto, soalnya masih gelap banget, guys! Di pos ini kami berhenti sejenak untuk mengambil napas dan meluruskan lutut. Setelah lumayan reda, perjalanan lanjut lagi.
Dari pos satu ke pos dua, treknya cukup nanjak dan sempit. Jadi kalau ada pendaki yang berpapasan, salah satunya harus berhenti dulu untuk mengantri. Nggak terlalu ngeri sih, soalnya kanan-kiri enggak jurang, tetapi rimbun pepohonan yang lumayan lebat.
Sepanjang perjalanan ini, aku ngerasa aneh banget. Bulu kudukku berdiri, dan mau menyan mulai datang hinggap di penciumanku, lalu sesekali bau anyir mayit. Di situ nyaliku mulai di uji. Ketegaranku mulai ditangguhkan. Apalagi, sepanjang perjalanan tidak ada pendaki atau rombongan lain yang kami temui. Dan aksi untuk pengusiran rasa takutku, aku nyalain mp3 di hapeku. Ternyata, bukannya teralihkan, malah aku bertambah semakin ngeri. Gimana enggak, bau anyir itu itu semakin menyengat tajam di hidungku. Ya Lord, apa salah hamba :((
Pos dua pun terlewati. Di perjalanan pos dua menuju puncak inilah adrenalinku semakin dipertaruhkan. Aku semakin takut tidak karuan. Tetapi aku tidak berani bilang ke Mas Anis, soalnya sebelumnya aku pernah diwanti-wanti, kalau ada kejadian aneh di gunung, gausah diomongin. Ceritain aja nanti pas udah turun. Gitu etikanya! Karena pantangan itulah aku tetap diam terkubur ketakutan yang luar biasa.
Alhamdulillah sih ya kengerian itu memudar dengan sendirinua. Di jalur yang pernah longsor itu, kami berhenti cukup lama. Pertama, karena ada sumber air untuk membasuh muka kuyu kami, terlebih aku sih sebenarnya..., juga ada suara beberapa orang laki-laki yang memanggil-manggil kami.
"Mas..., di sebelah kiri ada jalur lain atau tidak?!!!"
Suara teriakan lelaki dari rombongan lain. Langsung saja, kami yang mendengarnya menjadi celingukan. Dari mana suara teriakan itu berasal? Setelah beberapa saat mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru, tuntaslah rasa penasaran kami. Ternyata mereka bertengger berdiri di atas bebatuan jalur yang buntu. Bebatuan curam dan sangat berbahaya. Mas Anis segera menyahut mereka lalu berjalan ke arah kiri, melihat ada tidaknya jalur lain di sana. Sedangkan aku disuruh duduk manis, menunggunya di bebatuan yang ada di sekitar mata air tadi.
![]() |
| Fajar yang mulai menyingsing |
![]() |
| Siluet Merapi di balik fajar Mt. Andong |
Partnerku langsung kembali menghampiriku dari penelitiannya. Dia beteriak cukup kencang untuk memberi jawaban kepada rombongan pendaki yang nyangkut di atas jalan buntu itu. Setelah itu, dia mengambil wudhu untuk subuhan. Aku sih enggak, pas lagi dapet soalnya. (Emang, dapet apaan, Ay?)
Next... Setelah menemukan tempat yang datar untuk bersujud di fajar hari, aku menunggu temenku itu sampai selesai dengan sembahyangnya. Eh ternyata... Rombongan power ranger yang nyangkut tadi sudah sampai di shelter pemberhentian kami. Jadi dari tempat itu, kami nanjak bertujuh. Ini gada photo sih... Soalnya aku lagi males banget photo-photo, apalagi sama orang yang belum kukenal.
![]() |
| Rerumputan bunga di sekitar tempat sholat |
Kurang lebih pukul setengah enam pagi, kami udah sampai di puncak Andong. Gunung Andong ini sendiri, memiliki empat puncak, guys. Pertama, Puncak Makam (Makamnya Ki Joko Pekik kalau tidak salah), Puncak Jiwa, Puncak Andong, dan yang terakhir Puncak Alap-Alap.
Sesampainya di sana, kami bertujuh langsung duduk menggelesor. Seriously, kami enggak bawa bekal sekalipun cuma sebotol air mineral satu setengah liter. Hahaha pendakian yang asal banget kan?
Lelah yang berangsur hilang itu membuat kami bersemangat untuk mengambil gambar diri... Tapi, lagi-lagi aku malas untuk foto. Setelah dipaksa oleh Mas Anis, akhirnya dengan setengah mau, aku mengiyakannya. Lumayan sih, dapet gambar yang cukup bagus Hehehe
![]() |
| Dimensi waktu fajar di Puncak Andong |
![]() |
| Aku diphotoin sama rombongan power ranger yang nyangkut tadi. |
Setelah cukup puas mengambil beberapa gambar, aku diajak melipir Mas Anis ke Puncak Alap-Alap. Dari Puncak Andong ke sana, kita harus melewati trek yang disebut dengan "Jalur Setan". Kenapa disebut demikian? Katanya sih karena jalan setapak yang hanya bisa dilalui satu orang saja dan kanan kiri adalah jurang yang dalam. Cukup merinding memang berjalan melewati trek tersebut, karena kabut tebal mengiringi pagi kami. Tetapi tetap aman kok.
![]() |
| Trek Jalur Setan |
![]() |
| Jalur Setan penuh kabut |
![]() |
| The best a partner hiking |
Tidak terlalu jauh, sekitar lima belas menitan kurang lebih, kami tiba di Puncak Alap-Alap. Puncak ini lebih sepi daripada puncak sebelumnya. Entah karena apa aku juga tidak tahu. Di tempat ini, aku disidang habis-habisan sama dia. Ditanya ini itu dan bla bla bla mengenai ajakan mendaki yang setiba-tiba itu. Aku enggak jawab sama sekali. Malah cuma nangis doang. Hahaha sumpah, malu banget kalau cerita ke dia soal masalah karena putus dari pacar. Wkwk kan sangat nggak lucu seorang Ayunda yang selalu cheee up ini ternyata sangat rapuh dan cengeng garagara masalah alay begini.
Setelah puas nangis, aku tetep stay cool dong di depan dia. Balik senyum lagi seolah-olah tidak ada masalah apapun. Hahaha dasar ratu fake smile.
![]() |
| View Merapi Merbabu dari Puncak Alap-Alap yang berkabut |
![]() |
| Uwuuu aku mahasiswa yang cinta banget sama almamater kan? Hahaha |
Di warung, kita berdua kembali bertemu dengan rombongan power ranger yang nyangkut tadi. Jadilah kami nongkrong di sana bersama. Usut punya usut, rombongan power rangers tersebut satu almamater dengan partnerku. Terciptalah diskusi yang panjang dan lebar. Di antara rombongan mereka, yang kuinget cuma dua orang aja. Feri si gondrong yang ganteng, dan juga Huda yang paling kecil. Nah, itu dia yang motoin aku tadi pas di Puncak Andong. (Yang sampai sekarang, keduanya jadi temen akrabku. Nggak nyangka kan?)
![]() |
| Punggung Feri yang batiba nongol di layarku pas mau moto |
Karena dikejar waktu, jam dua siang aku ada rapat di keanggotaan Duta Hubungan Masyarakat di kampus tercintaku, mau tidak mau aku dan Mas Anis terpaksa undur diri lebih dahulu. Kurang lebih jam sebelas kami turun menuju basecamp. Eh tidak disangka, pas kami berdua lagi ambil napas di pos dua, rombongan power rangers tadi ngikut juga. Kami ketemu lagi di pos dua. Dari sana, kami bertujuh turun bareng lagi. Tapi ya tetep gak bisa bareng, pada jalan sendiri-sendiri soalnya. Tapi nggak takut lagi ilang di gunung. Soalnya udah deket dan jalurnya gampang banget aku apalin.
Sesampai basecamp, kami berdua langsung cabut. Karena memburu waktu, sepanjang perjalanan kami ngebut banget. Tapi walaupun sudah ngebut, tetep aja waktuku tidak kekejar. Tanpa pulang terlebih dahulu dan atau ganti baju, aku langsung saja minta di drop di kampus tercintaku. Sial, ini first time aku dateng ke kampus dengan penampilan acak-acakan begini. Iya sih, aku sudah memakai korsa angkatan jurusan. Tapi tetep aja, aku pakai celana kargo yang maco itu. Nggak etis banget kan ya ke kampus pake celana begitu! Emang dasar aku orang yang cuek, tetep pede-pede aja mondar-mandir dan dan berdiskusi dengan beberapa dosen dan juga anggota staff humas.
Bukan merupakan perjalanan yang terlalu menarik mungkin. Tetapi, dari perjalanan ini, aku bisa merasakan betapa damainya jiwa ini ketika berada di pelukan alam. Kabut dan wangi harum udara gunung mampu menyihir siapa saja yang datang mengunjunginya. Kedamaian alam mampu meluruhkan duka dan masalah yang singgah di hati kita. Terbukti, aku sangat merasakannya. Di samping itu, kita juga bisa bertemu kenalan baru. Teman, relasi dan juga pengetahuan baru. :))))
Oh iya estimasi tentang pendakian ke Andong Peak 1.726 mdpl via jalur sawit ini, bisa kamu jadikan catatan referensi bila ingin mendaki ke sana.
Ketinggian Basecamp: ± 1.300 mdpl
Tiket Masuk: Rp. 15.000,-
Akses Kendaraan Konvensional: –
Sumber Mata Air: tersedia
Warung: Area puncak
Jumlah Pos: 2
Jarak Antar Pos:
– Basecamp – Pos 1 : ± 20 menit
– Pos 1 – Pos 2 : ± 20 menit
– Pos 2 – Puncak : ± 45 menit
Total Estimasi Waktu Pendakian : ± 1,5 – 2 jam
NB: Estimasi waktu pendakian tergantung pada kondisi fisik, kondisi mental, jumlah rombongan, kondisi cuaca, berapa lama berhenti untuk selfie & banyaknya waktu istirahat selama perjalanan.
Salam Literasi! Salam Lestari!













No comments:
Post a Comment